Minggu, 05 Juni 2011

Sahabat

Sahabat ...
Kata itu selalu ada dalam hati ini
Selalu tersimpan dalam lubuk hati ini
Bukan hanya sekedar kata
Tapi jauuuuuuh lebih dari itu
Ku anggap kalian lebih dari saudara
Jika saja perpisahan membuat kita jauh
Membuat kita seakan tak seakrab dulu
Tak ada yang perlu disalahkan
Waktu dan keadaan yang membuat jadi seperti sekarang ini
Kurangnya kebersamaan membuat kita retak
Membuat kita sedikit jauh
Membuat kita merasa tak saling peduli lagi
Membuat kita merasa seakan di cuekkan ,,, dan di acukan

Tapi... Itu semua salah besar
Yang harus kau tahu ...
Jauh didasar hati yang paling dalam
Aku sayang kalian
Kalian adalah segalanya ...
Dalam duka
Senang,,,
Sedih
Canda dan tawa telah kita lewati bersama
Dan nyatanya tanpa aku sadari kalian selalu ada buatku
Itulah yang membuatku tak akan pernah lupa dengan kalian ....
Walau waktu telah berlalu...
Walau kita tak pernah bersama lagi seperti dulu
Aku tak akan pernah lupa dengan persahabatan kita ....

Sulit dan amat teramat sulit menemukan sosok sahabat seperti kalian...
Maafkan semua kesalahanku
Maafkan jika kesalah pahaman membuat ada benci diantara kita
Maaf... maaf... ,maaf ...
Hanya itu yang bisa ku ucap .... sebagai manusia yang tak lepas dari salah

Terima kasih atas semuanya, terima kasih menjadi sobat terbaikku... Dari kalianlah aku tahu dan mengerti arti sebuah sahabat.

Love U 4 ever flend2

Sumber : http://cerpenpersahabatan.com/Sahabat.html

PERSAHABATAN

Teman adalah segalanya...
Sahabat selalu ada, bahkan melewati ruang dan waktu...
Sahabat adalah tempat kita bercermin...
Persahabatan sejati adalah teman dikala senang dan sedih...
Persahabatan itu seperti lingkaran, tidak berujung...
Persahabatan tak pernah berakhir...

Sahabat sejati bukan berjalan seperti gunting...
Meski lurus namun memisahkan yang menyatu...
Tapi bersahabatlah seperti jarum...
Meski menusuk dan menyakitkan tapi menyatukan yang terpisah...

Sahabat itu seperti bintang di langit...
Walau jauh, dia tetap bercahaya..
Meski kadang menghilang,, dia tetap ada...
Tak mungkin dimiliki, tapi tak bisa dilupakan...
Selalu ada dalam hati...

Jadilah sahabat seperti angin yang menyejukkan hati...
Seperti bintang yang menerangi...
Dan seperti bulan yang mendamaikan hati...
Tapi janganlah seperti pelangi...
Yang sejenak datang lalu pergi...

BAB 13 NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI

BAB 13 NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI
NERACA PEMBAYARAN
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
ARUS MODAL MASUK
Selama periode yang diamati, indonesia telah menjadi importir modal. Arus masuk modal asing (net capital inflows) meningkat dari hampir 300 juta dolar AS per tahun pada akhir 1960-an hinga lebih dari 13 miliar dolar AS pada tahun 1984. hanta terjadi satu kali arus modal keluar (net capital outflow) pada tahun 1975 seiring dengan adanya krisis Pertamina. PMA tercatat sedikit diatas 10% dari arus total, namun dalam bebedrapa tahun, terutama awal pelita I, pangsanya hampir 1/3 dari arus total. Umumnya, porsi terbesar PMA dia lokasikan di sektor pertambangan dan minyak, sedang peringkat ke 2 di sektor manufaktur (Hill, 1988:81). Selama periode 1967-1985, sektor migas menerima 78% dari investasi total, sementara di sektor manufaktur hampir mencapai 20%. Investasi di sektor pertanian dan jasa relatif sabgat kecil karena dibatasi kiprah modal asing di sektor ini.
UTANG LUAR NEGERI
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar. Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada Desember 2006.

Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD 15,58 miliar.
2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika Serikat USD 3,545 miliar
5. Pihak lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran negara (APBN) yang terbesar dalam satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004 lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini ‘tinggal’ USD 125.258 juta atau sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58 persen; kemampuan Bank Indonesia (BI) membayar cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan devisa dan kemampuan kita (Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca_pembayaran
http://rajad.wordpress.com/2009/12/31/tugas-rangkum-bab-11-12-13/
http://id.wikipedia.org/wiki/Utang_luar_negeri
http://id.wikipedia.org/wiki/Posisi_utang_luar_negeri_Indonesia

BAB 12 Kebijakan Perdagangan Luar Negeri

BAB 12 KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal.
Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik diantara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisa ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.
PERKEMBANGAN EKSPOR INDONESIA
Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$. Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%. Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.
Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan dan perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%.
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%.
TINGKAT DAYA SAING
Peringkat daya saing Indonesia meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010 daya saing Indonesia menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada 2009 di peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global yang kian kompetitif ini.
Sebagai masyarakat Indonesia, pastinya bangga dan bahagia dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing di arena global. Dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF) sebagai kick off atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September 2010 diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144 negara dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009. Meningkatnya daya saing Indonesia di arena global tersebut, harus diakui tidak lepas dari peranan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yang dipimpin Mari Elka Pangestu, putri seorang ekonom kondang J. Panglaykim. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang merupakan Doktor ekonomi jebolan University of California AS ini memang cukup diandalkan, khususnya dalam mendongkrak kinerja perdagangan nasional maupun internasional. Menurut Mendag ada beberapa faktor yang membuat Indonesia mengalami kenaikan peringkat. Kenaikan peringkat ini terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang sehat dan perbaikan pada indikator pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia semakin membaik sebagaimana diukur oleh Global Competitiveness Index 2009-2010. “Kondisi makro ekonomi Indonesia semakin membaik. iklim usaha di Indonesia sudah menunjukkan perbaikan, yakni mulai dari stabilitas makro, politik, dan pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan hasil positif,” ungkap Mendag Mari Elka Pangestu.
Keberhasilan kenaikan posisi daya saing Indonesia itu terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa pilar dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labour Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation. WEF sebagai forum yang menjadi acuan para pebisnis mancanegara melihat kinerja Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa bidang, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58, tingkat tabungan nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35 menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak perpajakan, yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business sophistication juga meningkat, yaitu local supplier quantity dari 50 menjadi 43, value chain breadth dari 35 menjadi 26, control of international distribution dari 39 menjadi 33, dan production process sophistication dari 60 menjadi 52.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional
http://youbil-ekonomi.blogspot.com/2010/04/ekspor-impor-indonesia.html
http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:daya-saing-meningkat-jangan-lengah-hadapi-pasar-global

Senin, 02 Mei 2011

BAB 5/6 Kemiskinan dan Kesenjangan

BAB 5/6 Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

1. PENDAHULUAN
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
Masalah kemiskinan yang dihadapi di setiap negara akan selaludi barengi dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang kemudian menghasilkan pengangguran, ketimpangan dalam distribusi pendapatan nasional maupun pembangunan, dan pendidikan yang menjadi modal utama untuk dapat bersaing di dunia kerja dewasa ini
Tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi musuh utama dari bangsa ini adalah kemiskinan. Sebab, kemiskinan telah menjadi kata yang menghantui negara-negra berkembang. Khususnya Indonesia. Mengapa demikian? Jawabannya karena selama ini pemerintah [tampak limbo] belum memiliki strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan yang jitu. Kebijakan pengentasan kemiskinan masih bersifat pro buget, belum pro poor. Sebab, dari setiap permasalahan seperti kemiskinan, pengangguran, dan kekerasan selalu diterapkan pola kebijakan yang sifatnya struktural dan pendekatan ekonomi [makro] semata. Semua dihitung berdasarkan angka-angka atau statistik. Padahal kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus dilihat dari segi non-ekonomis atau non-statistik. Misalnya, pemberdayaan masyarakat miskin yang sifatnya “buttom-up intervention” dengan padat karya atau dengan memberikan pelatihan kewirauasahaan untuk menumbuhkan sikap dan mental wirausaha [enterpreneur].
Karena itu situasi di Indonesia sekarang jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
Kondisi Umum Masyarakat
Krisis ekonomi yang berkepanjangan menambah panjang deret persoalan yang membuat negeri ini semakin sulit keluar dari jeratan kemiskinan. Hal ini dapat kita buktikan dari tingginya tingkat putus sekolah dan buta huruf. Hingga 2006 saja jumlah penderita buta aksara di Jawa Barat misalnya mencapai jumlah 1.512.899. Dari jumlah itu 23 persen di antaranya berada dalam usia produktif antara 15-44 tahun. Belum lagi tingkat pengangguran yang meningkat “signifikan.” Jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 di Indonesia sebanyak 12,7 juta orang. Ditambah lagi kasus gizi buruk yang tinggi, kelaparan/busung lapar, dan terakhir, masyarakat yang makan “Nasi Aking.”
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) 2000 kasus balita kekurangan gizi dan 206 anak di bawah lima tahun gizi buruk. Sedangkan di Bogor selama 2005 tercatat sebanyak 240 balita menderita gizi buruk dan 35 balita yang statusnya marasmus dan satu di antaranya positif busung lapar. Sementara di Jakarta Timur sebanyak 10.987 balita menderita kekurangan gizi. Dan, di Jakarta Utara menurut data Pembinaan Peran Serta Masyarakat Kesehatan Masyarakat [PPSM Kesmas] Jakut pada Desember 2005 kasus gizi buruk pada bayi sebanyak 1.079 kasus.
BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
  • INDIKATOR KESENJANGAN
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
  • INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut
PENEMUAN EMPIRIS KASUS INDONESIA
1. Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan. Badan Pusat Statistik menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS): data pengeluaran konsumsi sebagai proxy distribusi pendapatan.
  • Pertengahan 1997 pendapatan per kapita lebih dari 1000 dollar AS.
  • Tahun 1965-1970: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 2,7% dan koefisien Gini sebesar 0,35.
  • Tahun 1971-1980: pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 5,4% dan koefisien Gini sebesar 0,3 ketidak merataan menurun.
  • Tahun 1998″ koefisien Gini sebesar 0,32.
  • Tahun 1999: koefisien Gini sebesar 0,33.
Bedasarkan kondisi geografis, terdapat perbaikan distribusi pendapatan pedesaan (0,26-0,31) dibandingkan di perkotaan (0,33). Perubahan pola distribusi pendapatan di pedesaan Indonesia disebabkan oleh:
  • Arus tenaga kerja dari pedesaan ke perkotaan
  • Struktur pasar di pedesaan lebih sederhana dibandingkan di perkotaan, distorsii pasar di pedesaan lebih kecil dibanding di perkotaan.
Dampak positif proses pembangunan nasional
  • Semakin banyak kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian di pedesaan
  • Prokdutivitas dan pendapatan riil tenaga kerja di sektor pertanian meningkat
  • Potensi sumber daya alam di pedesaan semakin baik di manfaatkan penduduk desa
Data pengeluarankonsumsi dipakai sebagaipendekatan (proksi) untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat, walau diakui cara demikian memiliki kelemahan serius.  Penggunaan data pengeluaran konsumsi bisa memberi informasi mengenai pendapatan yang under estimate.  Alasannya sederhana, jumlah pengeluaran konsumsi seseorang tidak harus selalu sama dengan jumlah pendapatan yang diterimanya, bias lebih besar atau lebih kecil.  Misalnya, pendapatannya lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsinya juga besar.  Dalam hal ini berarti ada tabungan.  Sedangkan bila jumlah pendapatannya rendah, tidak selalu berarti jumlah konsumsinya juga rendah.  Banyak rumah tangga memakai kredit bank untuk membiayai pengeluaran konsumsi tertentu, misalnya membeli rumah, mobil dan untuk membiayai sekolah anak atau bahkan untuk liburan.
Pengertian pendapatan (income) yang artinya pembayaran yang didapat karena bekerja atau menjual jasa, tidak sama dengan pengertian kekayaan (wealth).  Kekayaan seseorang bias jauh lebih besar daripada pendapatannya.  Seseorang bias saja tidak punya pendapatan/pekerjaan (penghasilan), tetapi ia sangat kaya karena ada warisan keluarga.  Banyak pengusaha muda di Indonesia kalau diukur dari tingkat pendapatan mereka tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kayak arena perusahaan dimana mereka bekerja adalah milik mereka (atau milik orangtua mereka).
Menjelang pertengahan 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi, tingkat pendapatan per kepala di Indonesia sudah melebihi 1000 dolar AS, jauh lebih tinggi dibanding  30 tahun lalu.  Namun, apa artinya jika hanya 10% saja dari seluruh jumlah penduduk tanah air yang menikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional atau PDB.  Sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10% dari pendapatan nasional.
Jika kondisi di atas dibandingkan dengan Negara-negara maju yang distribusi pendapatannya lebih baik, misalnya Swiss, dengan menggunakan kurva Lorenz, maka kurva tersebut untuk Indonesia bentuknya lebih melebar sedangkan kurva Lorenz untuk Swiss lebih mendekati garis equality. Dengan kata lain, daerah konsentrasi pendapatan di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Swiss.
2. Kemiskinan
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan  tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.
Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang- barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Tidak sulit mencari factor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari factor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana penyebab sebenarnya (utama) serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah factor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas SDA, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di suatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan.  Kalau diamati, sebagian besar dari factor-faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain.  Misalnya, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat upah netinya berkurang lagi, dan seterusnya.  Jadi tidak mudah memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin karena upah netonya rendah.
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
• Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk. Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
• Angkatan Kerja. Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga
kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan.
• Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan.Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata.
KEBIJAKAN ANTI-KEMISKINAN: STRATEGI DAN INTERVENSI
Ada 3 (tiga) pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:
1.      Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pro kemiskinan
2.      Pemerintahan yang baik (good governance)
3.      Pembangunan social
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi pemerintah sesuai sasaran atau tujuannya.  Sasaran atau tujuan tersebut dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, menengah dan panjang.
Intervensi lainnya adalah manajemen lingkungan dan SDA.  Hancurnya lingkungan dan “habisnya” SDA dengan sendirinya menjadi factor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga sumber peningkatan kemiskinan.
Intervensi jangka pendek terutama pembangunan sector pertanian dan ekonomi pedesaan, pembangunan transportasi, komunikasi, energy dan keuangan, peningkatan peran serta masyarakat sepenuhnya (stakeholder participation) dalam proses pembangunan dan proteksi social (termasuk pembangunan system jaminan social).
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
  1. Intervensi jangka pendek, berupa :
  • Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
  • Manajemen lingkungan dan SDA
  • Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
  • Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
  • Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
  1. Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
  • Pembangunan/penguatan sektor usaha
  • Kerjsama regional
  • Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
  • Desentralisasi
  • Pendidikan dan kesehatan
  • Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
  • Pembagian tanah pertanian yang merata

Referensi :
http://rismaeka.wordpress.com/2011/03/13/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan-2/

Rabu, 16 Maret 2011

BAB 11 Kebijakan Fiskal dan Moneter

BAB11

KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER

1. Peran Pemerintah
- Sebagai pembuat peraturan dan perundang-undangan, pemerintah bersama lembaga legislatif membuat undang-undang yang akan mengatur, mengkoordinir, dan mengawasi semua interaksi pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatannya. Contoh : UU Bank Indonesia dan UU Anti Monopoli, UU Wajib Pajak

- Sebagai produsen barang dan jasa publik karena sebagai penyelenggara negara, pemerintah wajib mengadakan berbagai barang publik bagi masyarakat, baik barang yang harus dibayar dalam penggunaannya maupun barang gratis.

- Sebagai pembuat dan penentu kebijakan ekonomi, campur tangan pemerintah ini adalah mengambil kebijakan ekonomi baik kebijakan moneter maupun fiskal, untuk mempengaruhi dan menentukan arah roda perekonomian secara langsung.

4. Kebijakan-Kebijakan Ekonomi Pemerintah

1. Kebijakan moneter

a. Menambah jumlah uang beredar : moneter ekspansif ( monetery ekspansive ) →easy money policy

b. Mengurangi jumlah uang beredar : moneter kontraktif (monetery contractive ) →tight money policy / kebijakan uang ketat

Kebijakan ekonomi pemerintah dalam sektor keuangan nasional, dimana pemerintah harus mengatur, mengendalikan dan mengawasi jumlah uang beredar demi pencapaian arah roda perekonomian yang diinginkan.

Instrumen / alat dalam kebijakan moneter :

a. Tingkat suku bunga (interest rate)

Kebijakan moneter dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank.

b. Operasi pasar terbuka (Open market operation)

Kebijakan moneter yang dilakukan dengan menjual / membeli Surat Berharga BI dan atau Surat Berharga Pasar Uang (SPBU)

c. Tingkat Bunga Diskonto (discount rate)

Kebijakan moneter dengan menetapkan tingkat suku bunga bagi pinjaman bank-bank umum kepada Bank Sentral.

d. Cadangan Wajib Minimum / CWM (Reserve requirement ratio)

Kebijakan penetapan ratio cadangan wajib minimum yang harus diserahkan oleh bank-bank umum kepada Bank Sentral untuk disimpan disana sebagai back up likuiditas mereka. Simpanan tersebut tidak berbunga.

e. Himbauan moral (Moral persuasion )

Kebijakan Bank Sentral untuk membujuk para pimpinan bank-bank umum agar berhati-hati dalam pemberian kredit kepada pihak ketiga dan membujuk mereka agar mematuhi ketentuan perundangan perbankan yang berlaku.

Kebijakan moneter seperti ini digolongkan dalam kebijakan moneter kuantitatif atau kebijakan moneter yang implikasinya dapat dikalkulasi atau diestimasi. Sedangkan moral persuasion atau imbauan moral adalah kebijakan moneter kualitatif, karena sifat kebijakan tersebut hanya himbauan dan implikasinya tidak dapat diprediksi, semua aplikasinya sangat tergantung dari kemauan dan niat baik para pemimpin bank-bank umum.

Jika perekonomian lesu, dilakukan kebijakan moneter ekspansif (kebijakan uang longgar) jika perekonomian terjadi inflasi tinggi, maka dilakukan kebijakan moneter kontraktif (kebiajkan uang ketat .

2. Kebijakan Fiskal / Perpajakan

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan anggaran pendapatan dan belanja tahunan pemerintah (APBN), guna mempengaruhi situasi dan kondisi perekonomian kearah yang diinginkan.

Instrumen dalam kebijakan Fiskal adalah kebijakan / penentuan jenis pajak dan tarif pajak (tax). Klasifikasi Pajak :

1. Pajak Objektif
Contoh : PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

2. Pajak Subjektif merupakan jenis pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan kemampuan ekonomi subjek pajak.
Contoh : PPh (Pajak Penghasilan)

3. Pajak Langsung merupakan pajak yang dikenakan langsung pada subjek pajak.
Contoh : PPh dan Pajak Bumi Bangunan serta pajak kendaraan bermotor.

4. Pajak Tidak Langsung merupakan beban pajak yang dialihkan dari wajib pajak yang satu ke wajib pajak yang lain.
Contoh : PPn dan PPn Bea Masuk yang harus dibayar oleh pihak produsen, maka pihak produsen membebankan PPn dan PPnBM tersebut kepada konsumen.

Tarif Pajak :

1. Pajak Proporsional

Beban pajak dengan tariff yang tetap

2. Pajak Progresif

Tarif pajak yang makin tinggi bila nilai objek pajaknya semakin tinggi seperti yang tertera dalam UU No 17/2000 mengenai pajak penghasilan. Semakin tinggi penghasilan pribadi yang didapat, semakin tinggi tarif pajak yang harus dibayarkan.



2. Kebijakan Fiskal dan Moneter
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Sumber:
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya
http://cindysetiawan.blogspot.com/2010/03/peran-pemerintah-dalam-perekonomian.html

BAB 10 Pelaku-Pelaku Ekonomi


BAB10
PELAKU-PELAKU EKONOMI
1. Perusahaan Non Koperasi (UKM)

UKM adalah singkatan dari usaha kecil dan menengah. Ukm adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara indonesia ukm ini sangat memiliki peranan penting dalam lajunya perekonomian masyarakat. Ukm ini juga sangat membantu negara/pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja baru dan lewat ukm juga banyak tercipta unit unit kerja baru yang menggunakan tenaga-tenaga baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain dari itu ukm juga memiliki fleksibilitas yang tinggi jika dibandingkan denganusaha yang berkapasitas lebih besar. Ukm ini perlu perhatian yang khusus dan di dukung oleh informasi yang akurat, agar terjadi link bisnis yang terarah antara pelaku usaha kecil dan menengah dengan elemen daya saing usaha, yaitujaringan pasar. Terdapat dua aspek yang harus dikembangkan untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut adalah :

1. Membangun Sistem Promosi untuk Penetrasi Pasar
2. Merawat Jaringan Pasar untuk Mempertahankan Pangsa Pasar
Kinerja nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha terutama mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya kualitas produk. Walau diakui pula bahwa UMKM menjadi lapangan kerja bagi sebagian besar pekerja di Indonesia , tetapi kontribusi dalam output nasional di katagorikan rendah. Hal ini dikarenakan UMKM, khususnyausaha mikro dan sektor pertanian (yang banyak menyerap tenaga kerja), mempunyaiproduktivitas yang sangat rendah. Bila upah dijadikan produktivitas, upah rata-rata diusaha mikro dan kecil umumnya berada dibawah upah minimum. Kondisi ini merefleksikanproduktivitas sektor mikro dan kecil yang rendah bila di bandingkan dengan usaha yang lebih besar.
Di antara berbagai faktor penyebabnya, rendahnya tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan wirausaha di kalangan UMKM menjadi isue yang mengemuka saat ini.Pengembangan UMKM secara parsial selama ini tidak banyak memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kinerja UMKM, perkembangan ekonomi secara lebih luas mengakibatkan tingkat daya saing kita tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita seperti misalnya Malaysia. Karena itu kebijakan bagi UMKM bukan karena ukurannya yang kecil, tapi karena produktivitasnya yang rendah. Peningkatan produktivitas pada UMKM, akan berdampak luas pada perbaikan kesejahteraan rakyat karena UMKM adalah tempat dimana banyak orang menggantungkan sumber kehidupannya. Salah satu alternatif dalam meningkatkan produktivitas UMKM adalah dengan melakukanmodernisasi sistem usaha dan perangkat kebijakannya yang sistemik sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas lagi dalam meningkatkan daya saing daerah.
Untuk meningkatkan daya saing UMKM diperlukan langkah bersama untuk mengangkat kemampuan teknologi dan daya inovasinnya. Dalam hal ini inovasi berarti sesuatu yang baru bagi si penerima yaitu komunitas UMKM yang bersangkutan. Kemajuan ekonomi terkait dengan tingkat perkembangan ‘technical change’ yang berarti tahap penguasaan teknologi. “Technical change” sebagian terbesar bersifat “tacit” atau tidak terkodifikasi dan dibangun di atas pengalaman. Juga bersifat kumulatif ( terbentuk secara ‘incremental’ dan dalam waktu yang tertentu ). Waktu penguasaan teknologi ini bergantung pada sektor industrinya ( ‘sector specific’) dan proses akumulasinya mengikuti trajektori tertentu yang khas.

Agar supaya pengenalan teknologi dapat menghasilkan ‘technical change’ dan inovasidalam dunia usaha diperlukan beberapa kondisi :

- Kemampuan UKM untuk menyerap, mengadopsi dan menerapkan teknologi baru dalam usahanya.

- Tingkat kompatibilitas teknologi ( spesifikasi, harga, tingkat kerumitan ) dengan kebutuhan dan kemampuan UKM yang ada.

- Ketersediaan dukungan teknis yang relevan dan bermutu untuk proses pembelajaran dalam menggunakan teknologi baru tersebut.

Untuk komersialisasi teknologi hasil riset (apalagi penemuan baru) banyak menghadapi kendala: sumber teknologi: teknologi bersifat capital intensive dan belum mempunyai nilai ekonomis, memerlukan waktu lama dalam penyesuaian terhadap kebutuhan pasar, banyak jenis teknologi yang teruji dalam tingkatan bisnis; sistem insentif komersialisasi teknologi lemah; arus utama sistem industri

Umumnya komunitas UMKM memiliki sekelompok kecil yang kreatif dan mampu mengambil peran ‘risk taker’. Kelompok ini cenderung menjadi ‘early adopter’ untuk teknologi baru. Sebagian besar cenderung menunggu karena mereka membutuhkan bukti nyata (‘tangible’) bahwa teknologi baru tersebut dapat memberi keuntungan. Dua aspek yang berlangsung inheren dalam proses ini adalah berinovasi ( ‘innovating’) dan pembelajaran ( ‘learning’)


2. BUMN
Pemerintah adalah badan-badan pemerintah yang bertugas untuk mengatur kegiatan ekonomi. Seperti halnya rumah tangga keluarga dan perusahaan, pemerintah juga sebagai pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.
a. Kegiatan Konsumsi Pemerintah
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya membutuhkan barang dan jasa. Kegiatan konsumsi pemerintah dapat berupa kegiatan membeli alat-alat tulis kantor, membeli alat-alat kedokteran, membeli peralatan yang menunjang pendidikan, menggunakan tenaga kerja untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah, dan sebagainya.
b . Kegiatan Produksi Pemerintah
Pemerintah ikut berperan dalam menghasilkan barang dan atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (2), yang berbunyi: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Pelaksanaan peran pemerintah dalam kegiatan produksi diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian. Sebagai pelaksana kegiatan produksi pemerintah mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berikut ini maksud dan tujuan pendirian BUMN berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2003.
1) Memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
2) Mencari keuntungan.
3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi orang banyak.
4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.
5) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
. Kegiatan Distribusi Pemerintah
Selain melakukan kegiatan konsumsi, pemerintah juga berperan dalam kegiatan distribusi. Berikut ini kegiatan-kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah.
1) Menyalurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membantu kegiatan operasional yang ada di sekolah. Misalnya mengenai penyediaan buku-buku pelajaran, dan sebagainya.
2) Memberi bantuan kepada rakyat miskin berupa penyaluran raskin (beras rakyat miskin) melalui BULOG. Selain melakukan kegiatan pokok-pokok ekonomi, pemerintah juga berperan sebagai pengatur dan pelaksana kebijakan. Peran pemerintah sebagai pengatur yaitu dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi. Tujuan dibuatnya peraturan adalah agar kegiatan-kegiatan ekonomi dijalankan secara wajar dan tidak merugikan masyarakat. Sebagai contoh peraturan mengenai impor barang. Pemerintah menetapkan berbagai tarif masuk barang. Hal ini dimaksudkan agar barang-barang yang berasal dari luar negeri tidak mudah masuk ke Indonesia. Peraturan-peraturan pemerintah lainnya masih banyak, seperti peraturan pendirian industri, peraturan ekspor, perbaikan lalu lintas, kebijakan fiskal dan moneter, dan berbagai peraturan kegiatan ekonomi lainnya.

3.Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsip-prinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.
a. Prinsip Koperasi
Di dalam Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan pada pasal 5 bahwa dalam pelaksanaannya, sebuah koperasi harus melaksanakan prinsip koperasi. Berikut ini beberapa prinsip koperasi.
1) Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
2) Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis.
3) Sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh koperasi dibagi berdasarkan besarnya jasa masing-masing anggota.
4) Modal diberi balas jasa secara terbatas.
5) Koperasi bersifat mandiri.
b . Fungsi dan Peran Koperasi
Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992, fungsi dan peran koperasi di Indonesia seperti berikut ini.
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial
Potensi dan kemampuan ekonomi para anggota koperasi pada umumnya relatif kecil. Melalui koperasi, potensi dan kemampuan ekonomi yang kecil itu dihimpun sebagai satu kesatuan, sehingga dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Dengan demikian koperasi akan memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat pada umumnya dan anggota koperasi pada khususnya.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
Selain diharapkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya, koperasi juga diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai wadah kerja sama ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kualitas kehidupan hanya bisa dicapai koperasi jika ia dapat mengembangkan kemampuannya dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota-anggotanya serta masyarakat disekitarnya.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional
Koperasi adalah satu-satunya bentuk perusahaan yang dikelola secara demokratis. Berdasarkan sifat seperti itu maka koperasi diharapkan dapat memainkan peranannya dalam menggalang dan memperkokoh perekonomian rakyat. Oleh karena itu koperasi harus berusaha sekuat tenaga agar memiliki kinerja usaha yang tangguh dan efisien. Sebab hanya dengan cara itulah koperasi dapat menjadikan perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia, koperasi mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perekonomian nasional bersama-sama dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Namun koperasi mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dari sifat bentuk perusahaan lainnya, maka koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian koperasi harus mempunyai kesungguhan untuk memiliki usaha yang sehat dan tangguh, sehingga dengan cara tersebut koperasi dapat mengemban amanat dengan baik.
c . Manfaat Koperasi
Berdasarkan fungsi dan peran koperasi, maka manfaat koperasi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu manfaat koperasi di bidang ekonomi dan manfaat koperasi di bidang sosial.
1 ) Manfaat Koperasi di Bidang Ekonomi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi di bidang ekonomi.
a) Meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya. Sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi dibagikan kembali kepada para anggotanya sesuai dengan jasa dan aktivitasnya.
b) Menawarkan barang dan jasa dengan harga yang lebih murah. Barang dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi lebih murah dari yang ditawarkan di toko-toko. Hal ini bertujuan agar barang dan jasa mampu dibeli para anggota koperasi yang kurang mampu.
c) Menumbuhkan motif berusaha yang berperikemanusiaan. Kegiatan koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi melayani dengan baik keperluan anggotanya.
d) Menumbuhkan sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan koperasi. Setiap anggota berhak menjadi pengurus koperasi dan berhak mengetahui laporan keuangan koperasi.
e) Melatih masyarakat untuk menggunakan pendapatannya secara lebih efektif dan membiasakan untuk hidup hemat.
2 ) Manfaat Koperasi di Bidang Sosial
Di bidang sosial, koperasi mempunyai beberapa manfaat berikut ini.
a) Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat damai dan tenteram.
b) Mendorong terwujudnya aturan yang manusiawi yang dibangun tidak di atas hubungan-hubungan kebendaan tetapi di atas rasa kekeluargaan.
c) Mendidik anggota-anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dan semangat kekeluargaan.
d . Bidang Usaha Koperasi
Berdasarkan atas bidang usahanya, koperasi dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, yaitu koperasi konsumsi, koperasi produksi, koperasi pemasaran, koperasi kredit, dan koperasi jasa.
1 ) Koperasi konsumsi
Koperasi konsumsi adalah koperasi yang berusaha dalam bidang penyediaan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Jenis konsumsi yang dilayaninya sangat tergantung pada latar belakang kebutuhan anggotanya. Misalnya koperasi konsumsi dalam lingkungan pelajar biasanya menjual alat-alat tulis, buku-buku, serta alat-alat keperluan belajar lainnya, dan sebagainya.
2 ) Koperasi produksi
Koperasi produksi adalah koperasi yang kegiatan utamanya melakukan pengolahan bahan baku menjadi barang setengah jadi. Selain memproduksi barang, koperasi juga melakukan pemasaran barang-barang yang telah dihasilkannya tersebut. Misalnya koperasi pengrajin batik, koperasi peternakan, dan sebagainya.
3 ) Koperasi pemasaran
Koperasi pemasaran adalah koperasi yang dibentuk terutama untuk membantu para anggotanya dalam memasarkan barang-barang yang mereka hasilkan. Contohnya koperasi pemasaran elektronik, koperasi alat-alat tulis kantor, dan sebagainya.
4 ) Koperasi kredit
Koperasi kredit disebut juga koperasi simpan pinjam. Koperasi kredit adalah koperasi yang usahanya memupuk simpanan dari para anggota dan memberikan pinjaman uang kepada para anggota dengan bunga rendah, syarat mudah, dan angsuran ringan. Misalnya koperasi simpan pinjam dengan anggota petani, koperasi simpan pinjam dengan anggota nelayan, dan sebagainya.
5 ) Koperasi jasa
Koperasi jasa ialah koperasi yang memberi layanan atau jasa kepada para anggotanya. Contohnya koperasi angkutan, koperasi perumahan, koperasi asuransi, dan sebagainya.
Sumber:
http://www.usaha-kecil.com/usaha_kecil_menengah.html
http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Pelaku-Pelaku_Ekonomi_8.1_(BAB_8)

BAB 9 Industrialisasi

Bab.9
INDUSTRIALISASI


A. PENDAHULUAN
Istilah industrialisasi secara ekonomi diartikan sebagai kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dapat pula diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata industry dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya. Misalnya, industry obat-obatan, industry garmen, industry perkayuan, dsb.

B. SEJARAH SEKTOR INDUSTRI DI INDONESIA
Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industry rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil, dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector industry, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang capital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha). Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sector industry dan menawarkan investasi walau dalam tahap coba-coba. Tahun 1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.

C. KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada pertengahan abad 18 di Inggris dengan penemuan metode baru untuk pemintalan dan penenunan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi dan peningkatan produktivitas dari factor produksi yang digunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi baja, kereta api dan kapal tenaga uap.
Revolusi industry kedua akhir abad 18 dan awal abad 19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi membantu laju industrialisasi. Setelah PD II muncul berbagai teknologi baru seperti produksi masal dengan menggunakan assembly line, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan barang sintetis dan revolusi teknologi komunikasi, elektronik, bio, computer dan penggunaan robot.

D. PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Sector industry manufaktur di banyak Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa. Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industry manufaktur merupakan contributor utama.
Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand.

E. PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR
Secara umum, industry manufaktur di Negara-negara berkembang masih terbelakang jika dibandingkan dengan sector yang sama di Negara maju, walaupun di Negara-negara berkembanga ada Negara-negara yang industrinya sudah sangat maju.
Dalam kasus Indonesia, UNIDO (2000) dalam studinya mengelompokkan masalah yang dihadapi industry manufaktur nasional ke dalam 2 kategori, yaitu kelemahan yang bersifat structural dan yang bersifat organisasi.

Kelemahan-kelemahan structural di antaranya:
1. Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
a. Empat produk, yakni kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki memiliki pangsa 50% dari nilai total manufaktur
b. Pasar tekstil dan pakaian jadi sangat terbatas
c. Tiga Negara (US, Jepang dan Singapura), menyerap 50% dari total ekspor manufaktur Indonesia, sementara US menyerap hampir setengah total nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi
d. Sepuluh produk menyumbang 80% seluruh hasil ekspor manufaktur
e. Banyak produk manufaktur padat karya yang terpilih sebagai produk unggulan Indonesia mengalami penurunan harga di pasar dunia akibat persaingan ketat
f. Banyak produk manufaktur yang merupakan ekspor tradisional Indonesia mengalami penurunan daya saing
2. Ketergantungan impor yang sangat tinggi
3. Tidak adanya industry berteknologi menengah
4. Konsentrasi regional

Kelemahan-kelemahan organisasi, di antaranya:
1. Industry skala kecil dan menengah (IKM) masih underdeveloped
2. Konsentrasi pasar
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi
4. Lemahnya SDM


F. STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI

Subtitusi Impor (inward-looking)

Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
o Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
o Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
o Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b. Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
o Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
o Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
o Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
o Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi

3. Strategi Promosi Ekspor
o Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
o Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
o Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
o Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4. Kebijakan industrialisasi
o Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
o Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
o Diberlakukannya Undang-undang PMA.

BAB 8 Sektor Pertanian

BAB.8

PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN

1. Peranan Sektor Pertanian

Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:
Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk industri manufaktura.Kontribusi Produk
spt industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman
Pembentukan pasar domestik utk barang industrib.Kontribusi Pasar & konsumsi
Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, makac.Kontribusi Faktor Produksi
terjadi transfer surplus modal & TK dari sector pertanian ke Sektor lain
Pertanian sbg sumber penting bagi surplus neracad.Kontribusi Devisa perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.

Kontribusi Produk.
Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat
produksi dg sector non pertanian.

Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.

Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.

Kontribusi Pasar.
Negara agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian spt
pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian,
mebel, dll)
Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke sector non pertanian tergantung:
 Membuat pasar sector non pertanian tidak Pengaruh keterbukaan ekonomi hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sbg pesaing, shg konsumsi yg tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi sector non pertanian.
Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanianJenis teknologi sector pertanian

Kontribusi Faktor Produksi. Tenaga kerja dan ModalF.P yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian

Di Indonesia hubungan investasi pertanian & non pertanian harus ditingkatkan agar
ketergantungan Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk
merealisasi hal tsb:

Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus ini harus tetap dijaga & hal ini juga Teknologi, infrastruktur tergantung kepada factor penawaran & SDM nilai tukar produk pertaniandan factor permintaan & non pertanian baik di pasar domestic & LN
 Pengeluaran konsumsi oleh petaniPetani harus net savers < produksi Tabungan petani > investasi sektor pertanian
Kontribusi Devisa.
Kontribusinya melalui :

 ekspor produk pertanianSecara langsung & mengurangi impor.
 peningkatan eksporSecara tidak langsung & pengurangan impor produk
berbasis pertanian spt tekstil, makanan & minuman, dll

Kontradiksi kontribusi produk & peningkatan ekspor produk pertaniankontribusi devias
menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor
produk pertanian berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade
off ini 2 hal yg harus dilakukan:

 Peningkatan kapasitas produksi.
 Peningkatan daya saing produk produk pertanian

2. Sektor Pertanian di Indonesia

 PDB sektor pertanian (peternakan, kehutananSelama periode 1995-1997 & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
 Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:  kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun Iklim  lahan garapan petani semakin kecil Lahan  rendah Kualitas SDM rendahPenggunaan Teknologi Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s: Optimis Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tariff  Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’sPesimis mempunyai kekuatan > LDC’s

Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
 Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
 Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
 Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
 Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin

Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
 Perjanjian tsb berdampak + yakniSkertariat GATT (Sazanami, 1995) Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$peningkatan pendapatan per tahun 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
 Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tariffGoldin, dkk (1993) & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
 Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentukSatriawan (1997) penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIAN
 Global Trade Analysis Project mengenai 3Feridhanusetyawan, dkk (2000) skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan pajak domestic & subsidi sector pertanian sebesar 20% di
DC’s dan 13 % di LDC’s
b. Penurunan pajak/subsidi ekspor sector pertanian 36% di DC’s & 24% di
LDC’s
c. Pengurangan border tariff untuk komoditi pertanian & non pertanian

Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia thd produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dg meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & Indonesia menjadi produsenkedelai). AFTA utama pertanian di ASEANdan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.

3. Nilai Tukar Petani (NTP)

nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika hargaNilai tukar produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.

Dasar Tukar (DT):
 pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasionalDT dalam negeri
 pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang internasionalDT internasional / Terms Of Trade

Selisih harga output pertanian dg harga inputnyaNilai Tukar Petani (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar).
semakin baik.Semakin tinggi NTP

NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
 Inflasi setiap wilayah
 Sistem distribusi input pertanian
 Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)


BAB 7 Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah

BAB7
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
1. Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan

Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.

Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan .

Model Pertumbuhan Regional

Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut:

Y = F(K,L)

Dimana, Y adalat output riil, K adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;

Y = AKαL1-α

y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L

Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat daripada penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.

Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada pertumbuhan output.

Y = F(A,K,L), dimana A adalah technical knowledge (teknologi).

Dalam bentuk Cobb-Douglas,

Y = AegtKαL1-α

dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan;

dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region (daerah), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional,

Dari bentuk neoklasik diatas, kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional yaitu;
1. Technical progress berubah diantara region;
2. Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3. Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.

gr pada region r diharapkan berubah diantara region (paling tidak dalam jangka menengah). Dengan memasukkan pertumbuhan tenaga kerja pada kedua sisi, kita dapatkan;

Selanjutnya, ketidamerataan regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat dijelaskan oleh perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan regional dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.

Secara rinci faktor-faktor yang menyebabkan adanya disparitas pada pertumbuhan daerah dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :

Dari gambar diatas ditunjukkan bahwa pertumbuhan output daerah menurut neoklasik di dasari oleh tiga komponen yaitu; pertumbuhan kapital stok, pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan teknologi.

Pertumbuhan kapital stok daerah didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu sendiri atau daerah lain. Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga kerja dari daerah lain karena adanya pertumbuhan populasi. Untuk pertumbuhan teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari daerah lain dan perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.


Kajian Empiris di Indonesia


Dalam kajian Iyanatul Islam dari School of International Business and Asian Studies, Griffith University, Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade 1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik mulai tahun 1993 hingga 1997 .

Dari sisi technical progress secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah .

Sedangkan Wibisono (2001) memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy), tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .

Berdasarkan data Indonesia Human Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia .

Ketiga studi di atas juga mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.

Dengan melihat teori dan kajian empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua permasalahan tersebut.
2. Faktor-faktor penyebab ketimpangan
Ada 2 faktor penyebab ketimpangan pembangunan, faktor pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah awal itu bersifat alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian lagi bersifat structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan untuk berkiprah dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi pembangunan pada aspek petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik, baru pertumbuhanlah yang telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan pebangunan lebih menyandarkan rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.
3. Pembangunan Indonesia bagian Timur
Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik, gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional, baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.

4. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.

5. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Sumber:
http://id.shvoong.com/law-and-politics/political-philosophy/2062077-pengertian-otonomi-daerah/

http://jaolangi.wordpress.com/2010/05/10/kebijakan-makro-pengembangan-ekonomi-daerah-%E2%80%9Czona-pengembangan-ekonomi-daerah%E2%80%9Dkebijakan-makro-pengembangan-ekonomi-daerah-%E2%80%9Czona-pengembangan-ekonomi-daerah%E2%80%9D/

http://syamjr.wordpress.com/2007/08/23/kawasan-indonesia-timur-butuh-rumusan-strategis-pembangunan-infrastuktur-nasional-berbasis-potensi/
http://nanangsubekti.blogspot.com/2007/12/perkembangan-teori-ekonomi-pertumbuhan_1170.html